Asy-Syarh 1 ~ Quran Terjemah Perkata dan Tafsir Bahasa Indonesia اَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَۙ الشرح ١ alamأَلَمْHave notapakah tidak/bukankahnashraḥنَشْرَحْWe expandedKami melapangkanlakaلَكَfor youbagimuṣadrakaصَدْرَكَyour breast?dadamu Transliterasi Latin A lam nasyraḥ laka ṣadrak QS. 941 Arti / Terjemahan Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?, QS. Asy-Syarh ayat 1 Tafsir Ringkas KemenagKementrian Agama RI Wahai Nabi, bukankah Kami telah melapangkan dadamu? Kami telah menjadikanmu seorang nabi yang menerima syariat agama, berakhlak mulia, berwawasan luas, santun, dan sabar dalam menghadapi kepahitan Lengkap KemenagKementrian Agama RI Dalam ayat ini dinyatakan bahwa Allah telah melapangkan dada Nabi Muhammad dan menyelamatkannya dari ketidaktahuan tentang syariat. Nabi juga dirisaukan akibat kebodohan dan keras kepala kaumnya. Mereka tidak mau mengikuti kebenaran, sedang Nabi saw selalu mencari jalan untuk melepaskan mereka dari lembah kebodohan, sehingga ia menemui jalan untuk itu dan menyelamatkan mereka dari kehancuran yang sedang mereka dari ayat ini adalah Allah telah membersihkan jiwa Nabi saw dari segala macam perasaan cemas, sehingga dia tidak gelisah, susah, dan gusar. Nabi juga dijadikan selalu tenang dan percaya akan pertolongan dan bantuan Allah kepadanya. Nabi juga yakin bahwa Dia yang menugasinya sebagai rasul, sekali-kali tidak akan membantu al-JalalainJalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi Bukankah Kami telah melapangkan Istifham atau kata tanya di sini mengandung makna Taqrir atau menetapkan, yakni Kami telah melapangkan untukmu hai Muhammad dadamu? dengan kenabian dan lain-lainnya. Tafsir Ibnu KatsirIsmail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir Firman Allah Swt{أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ}Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Alam Nasyrah 1Yakni Kami telah melapangkan dadamu. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa Kami telah menjadikannya bercahaya dan luas lagi lapang. Semakna dengan apa yang telah disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nyaفَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلامِBarang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan petunjuk kepadanya, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk memeluk agama Islam. Al-An'am 125Dan sebagaimana Allah telah melapangkan dada Rasulullah Saw., demikian pula Allah telah menjadikan syariatnya luas, lapang, toleran, lagi mudah, tiada kesulitan dan tiada beban serta tiada kesempitan pendapat lain, yang dimaksud dengan firman Allah Swt. Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Alam Nasyrah1 Yakni Allah telah melapangkan dadanya di malam Isra, sebagaimana yang telah disebutkan dahulu melalui riwayat Malik ibnu Sa'sa'ah. Imam Turmuzi telah mengetengahkannya dalam tafsir ayat ini. Dan jika memang hal itu terjadi di malam Isra sebagaimana yang telah disebutkan di dalam riwayat Malik ibnu Sa'sa'ah, maka pada hakikatnya tidaklah bertentangan dengan pendapat di atas. Karena sesungguhnya akibat dari pengaruh yang dilakukan terhadap dada beliau di malam Isra, terjadi pula pengaruh yang sama setelah dilapangkan oleh Allah Swt. secara maknawi. Hanya Allah-lah Yang Maha ibnu Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abdur Rahim alias Abu Yahya Al-Bazzar, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Muhammad ibnu Ubay ibnu Ka'b, telah menceritakan kepadaku Abu Muhammad ibnu Mu'az, dari Muhammad, dari Ubay ibnu Ka'b, bahwa Abu Hurairah adalah orang yang paling berani menanyakan kepada Rasulullah Saw. tentang berbagai masalah yang tidak ada seorang pun berani menanyakannya kepada beliau Saw. selain dia. Maka Abu Hurairah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang mula-mula engkau Iihat dari urusan kenabian ini?" Rasulullah Saw. Duduk tegak dan menjawab Sesungguhnya engkau telah menanyakan hal yang berbobot, hai Abu Hurairah! Sesungguhnya ketika usiaku menginjak sepuluh tahun lebih beberapa bulan, aku berada di padang Sahara. Tiba-tiba aku mendengar pembicaraan di atas kepalaku, dan ternyata ada seorang laki-laki yang berbicara kepada laki-laki lainnya, "Apakah orang ini adalah dia?” Maka keduanya datang menyambutku dengan penampilan wajah yang sama sekali belum pernah kulihat sebelumnya, dan sama sekali belum pernah pula aku melihat arwah seperti itu sebelumnya, dan belum pernah pula aku melihat pakaian yang dikenakannya pernah dikenakan oleh seseorang. Keduanya datang kepadaku dengan jalan kaki, hingga masing-masing dari keduanya memegang kedua lenganku, tetapi anehnya aku tidak merasa sentuhan tangan keduanya. Salah seorang berkata kepada yang lainnya, 'Rebahkanlah dia.' Lalu keduanya merebahkan diriku tanpa paksa dan tanpa sulit. Kemudian salah seorangnya berkata kepada yang lainnya, "Belahlah dadanya, " maka salah seorangnya menurut penglihatanku membelah dadaku tanpa ada darah yang mengalir dan tanpa rasa sakit. Lalu berkata kepada yang membelahku, "Keluarkanlah iri hati dan dengki.” Lalu ia mengeluarkan sesuatu yang bentuknya seperti segumpal darah, kemudian ia membuangnya jauh-jauh. Dan berkata lagi ia kepada orang yang membelahku, "Masukkanlah lemah lembut dan kasih sayang.” Maka tiba-tiba kulihat sesuatu sebesar apa yang baru dikeluarkan, bentuknya mengilap seperti perak dimasukkan ke dalam dadaku, kemudian ia mengguncangkan jempol kakiku yang sebelah kanan, dan berkata, "Kembalikanlah ke semula dalam keadaan utuh.” Maka setelah itu aku pulang dengan berlari dan terasa dadaku dipenuhi oleh perasaan lembut terhadap anak kecil dan kasih sayang kepada orang Quraish ShihabMuhammad Quraish Shihab [[94 ~ ALAM-NASYRAH KELAPANGAN DADA Pendahuluan Makkiyyah, 8 ayat ~ Surat ini memaparkan bahwa Allah Swt. telah melapangkan dan menjadikan hati Nabi- Nya, Muhammad saw., sebagai tempat turunnya berbagai rahasia dan ilmu pengetahuan. Disebutkan pula bahwa Allah juga telah menghilangkan beban menyampaikan dakwah yang terasa berat dari punggungnya, dan bahwa Allah menggandeng nama Muhammad dengan nama-Nya dalam kalimat syahadat yang menjadi dasar akidah dan syiar-syiar agama. Ayat-ayat selanjutnya, dalam surat ini, mengemukakan salah satu sunnatullâh yaitu bahwa kemudahan akan selalu menyertai kesulitan. Kemudian mengajak Rasulullah untuk berusaha mengerjakan kebaikan lain setiap kali selesai mengerjakan suatu kebaikan, juga untuk menjadikan Tuhan sebagai tujuannya. Karena memang Dialah Tuhan Yang Mahakuasa untuk menolongnya.]] Kami telah melapangkan dadamu dengan petunjuk dan keimanan yang ada di dalamnya.
| У ևኖутроኞαձу չεዊисвиሜак | Ροβο ը |
|---|---|
| Уኽукитра иρи ኀሑифሏц | ክዥσեሲо የфацок де |
| Էኢ ሤቼя | Уз нтիራታнሲጃጬф ач |
| Γጇпоձοձε щаዘθ ուγኦг | Узв скιሲ |
| Ψи уврወц | Եጹ δ ռоኑሎχ |
| Иπоዣθኦиδа шаηелիшеն ըмንտիтр | ጊቭεхοሯу рсеጺорቩ |
Tafsir Ibnu Katsir Surah Al InsyirahTafsir Ibnu Katsir Surah Al Insyirah
Bacaayat Al-Quran, Tafsir, dan Konten Islami Bahasa Indonesia 11 Al Isra ayat 26-27 12 Surat+al ikhlas 13 sabar 14 Nomor surat 15 dalil+kitab+Al quran 16 al hijr 22 17 Ali imran 159 18 ibrahim 7 19 Tafsir ibnu katsir qs almaidah ayat 48 20 AL maidah ayat 48 21 zabur 22 dalil+kitab+taurat 23 YUNUS 24 al imran 25 At taubah ayat 105 26 IlmuTafsir Ibnu Katsir Surah Al-Insyirah Kelapangan Surah Makkiyyah; Surah ke 94 8 ayat “1. Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?, 2. dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, 3. yang memberatkan punggungmu? 4. dan Kami tinggikan bagimu sebutan namamu, 5. karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, 6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. 7. Maka apabila kamu telah selesai dari sesuatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain, 8. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” al-Insyirah 1-8 Firman Allah a lam nasyrah laka shadraka “Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” maksudnya, Kami telah menerangi dadamu, yaitu dengan cahaya Kami. Dan Kami jadikan dadamu lapang, lebar, dan luas. Yang demikian itu seperti firman-Nya famay yuridillaaHu ay yaHdiyaHu yasyrah shadraHuu lil islaami “Barangsiapa yang Allah berkehendak untuk memberi petunjuk kepadanya, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk Islam.” al-An’am 125 dan sebagaimana Allah telah melapangkan dada beliau, maka Diapun menjadikan syariat-Nya demikian lapang dan luas, penuh toleransi dan kemudahan, tidak mengandung kesulitan, benban dan kesempitan. Firman Allah wawadla’naa angka wizraka “Dan Kami telah menghilangkan darimu bebanmu.” Mempunyai pengertian liyaghfiralakallaaHu maa taqaddama min dzambika wamaa ta-akhkhara “Supaya Allah member ampunan kepadamu akan dosa yang telah engkau perbuat dulu dan yang akan dating.”al-Fath 2 Alladzii angqadla dzaHraka “yang memberatkan punggungmu.” kala “al-inqaadu” disini berarti suara. Dan lebih dari satu ulama salaf yang mengenai firman-Nya, Alladzii angqadla dzaHraka “yang memberatkan punggungmu.” mengatakan “Yakni bebannya telah memberatkanmu.” Firman Allah wa rafa’naa laka dzikraka “Dan Kami tinggikan bagimu sebutan [nama]mu.” Mujahid mengatakan, “Aku tidak disebut melainkan disebutkan bersamaku kesaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah.” Qatadah mengatakan “Allah meninggikan sebutan beliau di dunia dan di akhirat. Tidak ada seorang khatib, orang yang mengucapkan syahadat, dan juga orang yang mengerjakan shalat, melainkan menyebutkan kesaksian asyHadu allaa ilaaHa illaallaaHu wa asyHadu anna muhammadar rasuulullaH Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi dengan benar selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.” Ibnu Katsir menyebutkan sejumlah baik syair Hasan bin Tsabit “Dipancarkan pada penutup kenabian, dari Allah berupa cahaya yang kemilau lagi disaksikan Ilah telah menggabungkan nama Nabi pada Nama-Nya, Dimana pada kumandang kelima mu-adzin menyebutkan syaHadat. Dan diambil nama dari Nama-Nya untuk mengagungkannya. Demikian Pemilik Arsy sangat terpuji, dan inilah Muhammad. Firman Allah Ta’ala fa inna ma’al usri yusran, inna ma’al usri yusran “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” Allah memberitahukan bahwa bersama kesulitan itu terdapat kemudahan. Kemudian Dia mempertegas berita tersebut. Ibnu Jarir meriwayatkan dari al-Hasaan, dia berkata “Nabi saw. Pernah keluar rumah pada suatu hari dalam keadaan senang dan gembira, dan beliau juga dalam keadaan tertawa seraya bersabda “Satu kesulitan itu tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu terdapat kemudahan.” Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kesulitan itu dapat diketahui pada dua keadaan, dimana kalimatnya dalam bentuk mufrad tunggal. Sedangkan kemudahan al-yusr dalam bentuk nakirah tidak ada ketentuannya sehingga bilangannya bertambah banyak. Oleh karena itu beliau bersabda “Satu kesulitan itu tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan.” Ibnu Duraid berkata “Abu Hatim as-Sijistani mengumandangkan syair untukku “Jika hati telah menguasai keputusasaan. Dan sudah menjadi sempit oleh dada yang lapang. Ia menginjak semua yang tidak disukai dan menjadi tenang,. Dan menancapkan kesulitan di beberapa tempat. Dan untuk menyingkap mudharat, ia tidak melihat jalan. Dia mendatangimu dalam keadaan putus asa dari meminta bantuan. Yang diberikan oleh Yang Mahalembut lagi Mahamengabulkan. Dan setiap kejadian itu jika berakhir, maka akan membawa kepada kebahagiaan yang dekat.” Penyair lain mengungkapkan “Tidak jarang musibah itu membuat sempit gerak pemuda, dan pada sisi Allah jalan keluar diperoleh. Lengkap sudah penderitaan. Dan ketika kepungannya mendominasi, maka terbukalah jalan, yang sebelumnya dia menduga musibah itu tiada akhir.” Firman Allah fa idzaa faraghta fangshab. Wa ilaa rabbika farghab “Maka apabila kamu telah selesai [dari suatu urusan], kerjakanlah dengan sungguh-sungguh [urusan] yang lain. Dan hanya kepada Rabb-mu lah hendaknya kamu berharap.” maksudnya, jika engkau telah selesai mengurus berbagai kepentingan dunia dan semua kesibukannya serta telah memutus semua jarigannya, maka bersungguh-sungguhlah untuk menjalankan ibadah serta melangkahlah kepadanya dengan penuh semangat, dengan hati yang kosong lagi tulus, serta niat karena Allah. Dari pengertian ini terdapat sabda Rasulullah saw. Di dalam hadits yang diserpakati keshahihannya “Tidak sempurna shalat seseorang ketika makanan telah dihidangkan dan tidak sempurna pula shalat dalam keadaan menahan buang air kecil dan besar.” Dan dari Ibnu Mas’ud “Jika engkau telah selesai menunaikan berbagai kewajiban, maka bersungguh-sungguhlah untuk melakukan Qiyamul lain. Dan dalam sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud fangshab. Wa ilaa rabbika farghab “dan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh. Dan hanya kepada Rabb-mu lah hendaknya kamu berharap.” setelah selesai dari shalat yang engkau kerjakan sedang engkau masih dalam keadaan duduk. Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata “Jika engkau telah selesai, maka bersungguh-sunguhlah, yakni berdoa. wallaaHu a’lam. Tagal-insyirah, alam nasyrah, surah al insyirah, surat al insyirah, tafsir, tafsir al-Qur'an, Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Insyirah, Tafsir Al-Qur’an Surah Alam Nasyrah, tafsir alquran, tafsir ibnu katsir, Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Insyirah
Demikianlahakhir tafsir surat al-Insyirah. Hanya milik Allah Subhanallahu wa ta'ala lah segala puji dan anugerah. *) Sumber: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan ke-sembilan Muharram 1435 H - November 2013 M, Pustaka Ibnu Umar Jakarta.Surat Al-Insyirah atau disebut juga surat As-Syarh yang bermakna kelapangan dada, adalah surat Makiyyah yang diturunkan kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam sebelum berhijrah ke kota Madinah. Sebagaimana yang telah berlalu di awal-awal tafsir surat Adh-Dhuha, disana dijelaskan bahwa antara surat Adh-Dhuha dan surat Al-Insyirah memiliki keterkaitan, yaitu sama-sama membahas mengenai nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad. Sehingga sebagian ulama menyatakan bahwasanya kedua surat ini tergabung dalam satu surat, meskipun yang benar adalah masing-masing tersendiri. Tetapi apabila diperhatikan lebih lanjut, akan dijumpai surat Adh-Dhuha berbicara mengenai nikmat-nikmat yang zhahir yang nampak terlihat dalam diri beliau. Adapun Al-Insyirah cenderung berbicara mengenai nikmat-nikmat yang maknawi berupa semangat dan kelapangan dada beliau. Oleh karena itu, surat Al-Insyirah diturunkan untuk mengingatkan beliau akan nikmat Allah berupa kelapangan dada sehingga beliau bisa bersabar menghadapi kesulitan-kesulitan, godaan-godaan, dan tantangan-tantangan dalam medan dakwah. Allah berfirman pada permulaan surat أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ “Bukankah Kami telah melapangkan dadamu Muhammad?” Allah lah yang telah menjadikan dada Nabi lapang, sehingga beliau diberi kelembutan, ketegaran, dan kesabaran dalam menghadapi segala ujian yang beliau hadapi dalam dakwah. Oleh karena itu, kita jumpai pada diri Nabi tertanam akhlak mulia yang sangat menakjubkan, hal ini karena dada Nabi telah dilapangkan oleh Allah. Meskipun beliau digelari dengan gelaran-gelaran buruk, dikatakan sebagai pendusta, penyihir, penyair gila, orang yang tersihir, orang yang murtad dari adat nenek moyangnya, tetapi semua itu bisa dihadapi oleh Nabi dengan lapang dada. Inilah bekal utama seorang dai ketika berkecimpung dalam medan dakwah, senantiasa berhias dengan akhlak mulia dan selalu berusaha melapangkan dadanya. Seorang dai yang berkecimpung dalam amar ma’ruf nahi munkar, pasti akan mendapatkan pertentangan dari masyarakat. Atau bahkan bisa jadi sering kali dia mendapatkan cercaan dan celaan manusia. Oleh karena itu, seorang dai butuh akan lapangnya dada. Jika dia tidak sanggup menghadapi tantangan-tantangan tersebut maka gugurlah dakwahnya. Sebagaimana kisah Nabi Musa ketika diperintahkan oleh Allah untuk mendakwahi Fir’aun yang sombong dan angkuh hingga mengaku sebagai tuhan. Allah berfirman اذْهَبْ إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَىٰ 24 قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي 25 وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي 26 وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي 27 يَفْقَهُوا قَوْلِي 28 “24 Pergilah kepada Fir’aun, dia benar-benar telah melampaui batas; 25 Dia Musa berkata, Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku; 26 Dan mudahkanlah untukku urusanku; 27 Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku; 28 Agar mereka mengerti perkataanku’.” QS Thaha 24-28 Perhatikanlah apa yang diminta oleh Musa setelah Allah memerintahkan untuk berdakwah kepada Fir’aun. Pertama kali yang diminta oleh Nabi Musa adalah agar beliau diberi kelapangan dada, sebelum meminta yang lain. Setelah itu baru meminta agar beliau dimudahkan dalam mengungkapkan perkataan. Karena seseorang yang dadanya lapang maka semuanya menjadi mudah. Segala kesulitan yang ada di hadapannya, akan dihadapinya dengan lapang. Adapun jika dadanya sempit maka perkara yang sebenarnya mudah pun, bisa jadi terasa berat. Oleh karena itu, diantara karunia Allah terhadap seorang mukmin adalah ketika Allah menjadikan dadanya lapang, sebagaimana nikmat yang Allah berikan kepada Nabi sebelum nikmat-nikmat yang lain. Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menyebutkan bahwa lapangnya dada disini mencakup lapang dada maknawi abstrak dan lapang dada hissi inderawi. lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/415. Lapang dada yang maknawi yaitu kekuatan dalam menghadapi cobaan, kesabaran dalam menghadapi gangguan, kelembutan dalam menghadapi celaan, serta akhlak mulia lainnya. Adapun lapang dada yang hissi yaitu yang pernah dialami beliau ketika Allah mengirim malaikat Jibril sebanyak dua kali yaitu ketika masih kecil dan ketika Isra’ Mi’raj. Beliau membelah dada Nabi kemudian mencuci bagian buruk dari jantungnya, lalu dibersihkannya dengan air zam-zam dan diisi dengan keimanan dan hikmah. Sehingga Nabi memiliki dada yang lapang. Namun -wallahu a’lam- kedua pelapangan ini saling berkaitan, dengan dibelahnya dada Nabi dan dicucinya jantung Nabi oleh malaikat Jibril dari kotoran syaitan maka mempengaruhi kelapangan dada Nabi sehingga memilik akhlak yang super mulia. Nabi adalah orang yang sangat penyabar dan tidak mudah terpancing emosinya. Segala cercaan dan celaan dihadapinya dengan lapang dada. Bahkan beliau membalasnya dengan memaafkan. Renungkanlah keadaan Abdullah bin Ubay bin Salul, gembong munafik yang selama hidupnya menganggu dan mencerca Nabi, bahkan menuduh istri Nabi yaitu Aisyah sebagai pezina, sehingga ini membuat dada Nabi sesak. Namun ketika Abdullah bin Ubay bin Salul meninggal dunia, maka datanglah anaknya kepada Nabi, lalu meminta agar Nabi menyolatkannya. Bahkan Abdullah bin Ubay bin Salul ketika meninggal dia tidak memiliki apa-apa, sehingga Nabi lah yang memberikan bajunya sebagai kain kafannya. Dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar, beliau bercerita أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أُبَيٍّ لَمَّا تُوُفِّيَ، جَاءَ ابْنُهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَعْطِنِي قَمِيصَكَ أُكَفِّنْهُ فِيهِ، وَصَلِّ عَلَيْهِ، وَاسْتَغْفِرْ لَهُ، فَأَعْطَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَمِيصَهُ، فَقَالَ آذِنِّي أُصَلِّي عَلَيْهِ»، فَآذَنَهُ، فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَيْهِ جَذَبَهُ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقَالَ أَلَيْسَ اللَّهُ نَهَاكَ أَنْ تُصَلِّيَ عَلَى المُنَافِقِينَ؟ فَقَالَ ” أَنَا بَيْنَ خِيَرَتَيْنِ، قَالَ {اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لاَ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً، فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ} [التوبة 80] ” فَصَلَّى عَلَيْهِ، فَنَزَلَتْ {وَلاَ تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا، وَلاَ تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ} [التوبة 84] Ketika Abdullah bin Ubai pemimpin orang-orang munafik meninggal, anak lelakinya menemui Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah! Berikan pakaian anda untuk mengkafaninya, shalatlah untuknya, dan mohonkanlah ampunan untuknya”. Maka Rasulullah memberikan pakaiannya kepadanya dan berkata, ”Beritahu aku apabila pemakaman telah siap sehingga aku mungkin menshalatkan jenazah nya”. Maka ia pun memberitahu Nabi. Ketika Nabi bersiap untuk menshalatkan jenazahnya, Umar memegang tangan Nabi dan berkata, “Bukankah Allah telah melarang anda menshalatkan orang-orang munafik?” Nabi bersabda, “Aku telah diberikan pilihan karena Allah berfirman “Apakah kau memohon ampun bagi mereka atau tidak memohon ampun bagi mereka, dan sekalipun kau memohon tujuh puluh kali untuk ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka.” QS At-Taubah 80 Maka Nabi pun mengerjakan shalat jenazah dan pada waktu itu turunlah wahyu Allah “Dan janganlah kau sekali-kali menshalatkan seorang pun di antara mereka orang-orang munafik yang mati.” QS At-Taubah 84 HR Bukhari no. 1269 Padahal Abdullah bin Ubay bin Salul selalu mengganggu dan menyakiti Nabi ketika dia masih hidup, namun Nabi ingin agar Allah mengampuni dia. Sampai akhirnya turun ayat yang melarang Nabi untuk memintakan ampun bagi seorang munafik. Ini menunjukkan bagaimana lapangnya dada Nabi. Kemudian Allah berfirman وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ “Dan Kami pun telah menurunkan bebanmu darimu” Secara bahasa وِزْرٌ maknanya adalah dosa. Ada beberapa pendapat ahli tafsir tentang tafsir وِزْرَكَ pada ayat ini, sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Qurthubi 20/105-106 dan al-Baghowi 8/463. Sebagian ahli tafsir menafsirkannya dengan dosamu wahai Muhammad’, artinya dosa-dosa Nabi di zaman jahiliyah. Karena Nabi di zaman jahiliyah pernah terjerumus ke dalam kesalahan-kesalahan sebelum beliau diutus menjadi seorang Nabi seperti mengikuti sebagian adat kebiasaan kaumnya -meskipun Nabi tidak pernah menyembah berhala-. Sebagian ahli tafsir yang lain menafsirkannya dengan dosa ummatmu yang membebanimu’, karena begitu perhatiannya Nabi kepada umatnya sehingga seakan-akan beliau ikut memikul suatu beban berat. Dan diantara sifat Nabi adalah ikut merasa berat terhadap apa yang memberatkan ummatnya, diantaranya dosa-dosa mereka. Allah berfirman لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, dia sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” QS At-Taubah 128 Ada pula yang menafsirkan dengan, kesulitan yang engkau hadapi dalam berdakwah’. Sehingga itu semua diangkat oleh Allah agar tidak membebani beliau. Namun pendapat yang lebih kuat adalah pendapat pertama yang sesuai dengan zhahir ayat yaitu dosamu wahai Muhammad’ baik dosa yang telah lalu maupun yang akan datang, dan inilah pendapat yang dipilih oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/416. Hal ini sebagaimana firman Allah لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَما تَأَخَّرَ “Agar Allah mengampuni bagimu dosa-dosamu yang telah lalu maupun yang akan datang” QS Al-Fath 2 Oleh karena itu, jumhur ulama berpendapat bahwasanya para Nabi mungkin saja untuk berdosa, dengan catatan Dosa mereka tidak berkaitan dengan risalah wahyu, karena mereka ma’sum dari kesalahan dalam menyampaikan risalah Allah. Tidak ada yang disembunyikan oleh mereka dan tidak ada yang dikurangi atau ditambah Dosa yang mereka lakukan sangatlah sedikit dan bukan dosa besar. Ini menguatkan bahwasanya para Nabi adalah benar-benar seorang manusia. Allah berfirman قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ “Katakanlah Muhammad, Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa’.” QS Al-Kahfi 110 Dan Nabi telah bersabda كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ “Seluruh anak-anak Adam melakukan kesalahan, dan sebaik-baik yang bersalah adalah yang bertaubat” HR Ahmad, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan Dan para Nabi seluruhnya adalah keturunan Nabi Adam. Maka demikian pula dengan Nabi-Nabi sebelum beliau juga pernah melakukan kesalahan. Nabi Adam pernah berdosa, dia memakan buah yang dilarang oleh Allah, kemudian Allah memberikannya taufik untuk segera bertaubat dan akhirnya taubatnya diterima. Allah berfirman وَعَصَى آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَى ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى “Dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia, kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk” QS Thoha 121-122 Nabi Nuuh alaihis salam juga pernah bersalah dan memohon ampun tatkala meminta keselamatan untuk anaknya yang kafir. Maka Allah menegur beliau dengan berfirman قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ Allah berfirman “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu yang dijanjikan akan diselamatkan, sesungguhnya perbuatannya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui hakekatnya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”. Nuh berkata Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui hakekatnya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan tidak menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi” QS Huud 46-47 Nabi Musa juga pernah berdosa, dia pernah memukul pengikut Fir’aun hingga meninggal dunia, meskipun tanpa bermaksud membunuh. Kemudian Nabi Musa bertaubat kepada Allah dan Allah pun mengampuninya. Allah berfirman فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ قَالَ هَذَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ قَالَ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata “Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata permusuhannya. Musa mendoa “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku”. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang QS Al-Qoshosh 15-16 Nabi Dawud juga pernah bersalah وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ فَغَفَرْنَا لَهُ ذَلِكَ Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. Maka Kami ampuni baginya kesalahannya itu. QS Shood 24-25 Kesalahan Nabi Daud alaihis salam adalah beliau terlalu cepat memutuskan hukum tanpa mendengar dari pihak kedua. Maka demikian juga Nabi Muhammad juga pernah bersalah dan ditegur oleh Allah beberapa kali. Diantaranya Allah berfirman يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ ۖ تَبْتَغِي مَرْضَاتَ أَزْوَاجِكَ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ “Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS At-Tahrim 1 Terkadang Nabi berijtihad kemudian salah, lalu ditegur oleh Allah, sehingga syariat tidak mungkin keliru. Kemudian kesalahan-kesalahan para Nabi juga tidak mungkin menunjukkan keburukan akhlak mereka. Contohnya, tidak mungkin para Nabi itu berdusta, tidak mungkin para Nabi mencuri, tidak mungkin para Nabi berkhianat. Semua dosa-dosa yang menunjukkan rendahnya kedudukan dan wibawa seseorang tidak mungkin dilakukan oleh para Nabi lihat Tafsir Juz Amma syaikh al-Utsaimin. Tetapi para Nabi mungkin saja salah dalam berijtihad, lalu ditegur oleh Allah. Dosa-dosa seperti ini tidak menggugurkan kedudukan Nabi. Namun namanya seorang Nabi, ketika mereka melakukan dosa, maka mereka akan merasa sangat berat. Diantara hikmah Allah menjadikan Nabi berdosa yaitu agar kita bisa meneladani beliau dalam bermunajat dan meminta ampun kepada Allah. Diantara doa Nabi yaitu رَبِّ اغْفِرْ لِى خَطِيئَتِى وَجَهْلِى وَإِسْرَافِى فِى أَمْرِى كُلِّهِ ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّى ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى خَطَايَاىَ وَعَمْدِى وَجَهْلِى وَهَزْلِى ، وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِى ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ ، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ ، وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ ، وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ “Ya Allah, ampunilah kesalahanku, kejahilanku, sikapku yang melampaui batas dalam urusanku dan segala hal yang Engkau lebih mengetahui hal itu dari diriku. Ya Allah, ampunilah aku, kesalahan yang kuperbuat tatkala serius maupun saat bercanda dan ampunilah pula kesalahanku saat aku tidak sengaja maupn sengaja, ampunilah segala kesalahan yang kulakukan. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang telah lalu dan yang akan datang, dosa yang aku sembunyikan dan dosa yang aku lakukan terang-terangan. Engkaulah yang terdahulu dan Yang Terakhir dan Engkau berkuasa atas segala sesuatu.” HR Bukhari Hal ini menunjukkan bahwa Nabi benar-benar meminta ampun kepada Nabi atas kesalahan yang mungkin saja dia lakukan. Dan demikianlah kenyataannya, beliau pernah terjatuh di dalam dosa, akan tetapi Allah mengampuninya. Kemudian Allah berfirman الَّذِي أَنقَضَ ظَهْرَكَ “Yang memberatkan punggungmu” أَنقَضَ diambil dari kata نَقْضٌ yaitu suara yang keluar dari punggung unta ketika diletakkan di atas pelananya tumpukan beban yang banyak sehingga membuatnya merasa berat. Demikianlah kondisi Nabi dan secara umum orang-orang shaleh. Orang shaleh ketika terjerumus ke dalam dosa maka dia akan merasa berat. Dia akan merasa malu di hadapan Allah, dadanya terasa sempit dan sangat menyesalinya. Oleh karena itu, Allah menyuruh Nabi agar takut kepada Allah akan maksiat. Allah berfirman قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ “Katakanlah Muhammad, Aku benar-benar takut akan azab hari yang besar hari kiamat, jika aku mendurhakai Tuhanku’.” QS Al-An’am 15 Adapun para pelaku maksiat yang sudah sering melakukan kemaksiatan, maka dia akan merasa biasa saja, dan seakan-akan dia tidak pedulikan lagi. Kemudian Allah berfirman وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ “Dan Kami tinggikan sebutan namamu bagimu” Para ulama mengatakan bahwasanya ini merupakan kekhususan Nabi Muhammad yang tidak dimiliki oleh para Nabi sebelumnya lihat Tafsir As-Sa’di hal 929. Oleh karena itu, kita senantiasa mendengar pujian untuk Nabi. Nama Nabi selalu disebut dalam khutbah-khutbah, dalam ceramah-ceramah, dalam pembahasan-pembahasan hadits. Setiap orang yang melaksanakan shalat maka nama Nabi selalu disebut dalam bacaan tasyahud. Nama Nabi selalu digandengkan dengan nama Allah ketika seseorang mau masuk Islam, digandengkan dalam tasyahhud, dan digandengkan di dalam adzan dan iqomat, sedangkan adzan dan iqomat tak pernah berhenti berkumandang di muka bumi ini setiap waktu, karena jadwal adzan berjalan terus seiring berjalannya matahari. Bahkan saat anda membaca tulisan ini di atas muka bumi ini ada yang adzan dzhuhur, di belahan bumi yang lain ada yang adzan ashar, di belahan bumi yang lain ada yang adzan maghrib ada yang adzan isya, dan ada yang adzan subuh. Sungguh telah berlalu orang-orang hebat, para raja, para penguasa, para penemu, para pejabat, para konglomerat, akan tetapi kemana sebutan-sebutan terhadap mereka?! Demikian juga nama Nabi terangkat di hati-hati kaum muslimin, mereka mencintai dan mengangungkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam lebih dari siapapun Para ulama menyebutkan bahwa ayat ini memang berbicara tentang Nabi shallallahu alaihi wasallam, tetapi barang siapa yang menempuh jalannya Nabi maka dia akan mendapatkan sebagian keutamaan seperti Nabi. Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata وَاَلَّذِينَ أَعْلَنُوا مَا جَاءَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَارَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِنْ قَوْله تَعَالَى {وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ} فَإِنَّ مَا أَكَرَمَ اللَّهُ بِهِ نَبِيَّهُ مِنْ سَعَادَةِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَلِلْمُؤْمِنِينَ الْمُتَابِعِينَ نَصِيبٌ بِقَدْرِ إيمَانِهِمْ “Dan orang-orang yang menyiarkan apa yang dibawa oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam maka bagi mereka bagian juga dari firman Allah “Dan Kami tinggikan sebutan namamu bagimu”, karena kebahagiaan dunia dan akhirat yang Allah anugrahkan kepada NabiNya maka kaum mukminin yang meneladani beliau juga mendapat bagian sesuai dengan kadar iman mereka” Majmuu’ Al-Fataawaa 28/38, lihat penjelasan Ibnul Qoyyim dalam al-Jawaab al-Kaafi hal 80, yaitu namanya akan diabadikan oleh Allah. Karena itu, dijumpai para ulama yang penuh hikmah dalam berdakwah dan penuh kelembutan, kesabaran, dan keikhlasan dalam mendidik manusia, namanya diabadikan oleh Allah lewat karya-karyanya dan nama mereka juga sering disebut-sebut dalam kajian maupun tulisan. Kemudian Allah berfirman فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” Para ahli tafsir berkata bahwasanya ayat ini berkaitan dengan kesulitan dakwah yang dihadapi oleh Nabi. Sehingga Allah menenangkan Nabi dengan dua ayat ini, bahwasanya setiap ada kesulitan pasti ada kemudahan. Allah berfirman dalam ayat yang lain سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا “Allah akan memberikan kemudahan setelah kesulitan” QS At-Tholaaq 7. Sebagaimana sabda Nabi وَأَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ، وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا “Dan sesungguhnya pertolongan datang bersama dengan kesabaran, kelapangan datang Bersama penderitaan, dan sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” HR Ahmad no 2803 dengan sanad yang shahih Kata para ulama, dalam dua ayat ini terdapat 4 penguat bahwasanya setiap ada kesulitan pasti ada kemudahan, yaitu Pertama, Allah membuka ayat ini dengan إِنَّ yang artinya sesungguhnya’, yang memberikan faidah penekanan bagi kalimat setelahnya. Kedua, Allah mengulangi kalimat tersebut dengan maksud untuk benar-benar menekankan. Ketiga, Allah menyebutkanالْعُسْرِ dalam bentuk ma’rifah yang diawali oleh alif lam. Alif lam disitu dalam bahasa Arab adalah alif lam al-ahdiyah sehingga الْعُسْرِ yang kedua adalah الْعُسْرِ yang pertama yang disebutkan kembali. Berbeda dengan يُسْرًا yang disebutkan dalam bentuk nakirah yang berakhiran tanwin, sehingga يُسْرًا yang kedua berbeda dengan يُسْرًا yang pertama. Dari sini dapat disimpulkan bahwa dalam dua ayat ini, kesulitan’ itu hanya disebutkan satu kali sedangkan kemudahan’ disebutkan dua kali. Oleh karena itu, diriwayatkan dari para salaf bahwasanya mereka mengatakan, لَنْ يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْنِ “Tidak mungkin satu kesulitan akan mengalahkan dua kemudahan[1].” lihat Tafsir Al-Baghowi 8/465 Keempat, Allah menggunakan kalimat مَعَ yang bermakna bersama’. Menunjukkan bahwasanya kemudahan tersebut akan segera datang setelah kesulitan. Sampai-sampai Ibnu Mas’ud berkata لَوْ دَخَلَ الْعُسْرُ فِي جُحْرٍ، لَجَاءَ الْيُسْرُ حَتَّى يَدْخُلَ عَلَيْهِ “Seandainya kesulitan itu masuk ke dalam sebuah lubang maka kemudahan akan datang dan ikut masuk bersamanya.” Tafsir At-Thobari 24/496 Ini semua menekankan bahwasanya apabila seseorang menghadapi kesulitan lalu dia berusaha bertakwa kepada Allah niscaya kemudahan akan mengiringi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Allah berfirman وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.” QS Ath-Thalaq 2 Dan ketahuilah bahwasanya jalan keluar itu dekat, seakan-akan dia datang bersama kesulitan yang baru saja dihadapi. Yang terpenting adalah senantiasa perbaiki hati, perbaiki husnudzhon kepada Allah, perbaiki ibadah kepada Allah, perbaiki tawakkal dan takwa kepada Allah. Dan kesulitan dalam ayat ini mencakup seluruh bentuk kesulitan, karena lafal الْعُسْرِ diawali dengan “alif laam” yang menunjukan al-istghrooq memberikan faidah keumuman mencakup seluruh kesulitan dan juga menunjukan betapapun berat dan besar kesulitan tersebut, maka ujungnya adalah kemudahan lihat Tafsir As-Sa’di hal 929 Kemudian Allah berfirman فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ “Maka apabila engkau telah selesai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain” Ada dua pendapat di kalangan ahli tafsir, Pertama, “Jika engkau telah selesai dari urusan akhiratmu maka fokuslah dan seriuslah untuk ibadah selanjutnya”. Dan banyak perkataan salaf akan hal ini, diantaranya Jika engkau telah selesai dari sholat maka seriuslah untuk berdoa Jika engkau telah selesai dari tasyahhud maka berdoalah untuk dunia dan akhiratmu Jika engkau telah selesai dari mendakwahkan risalah maka tegaklah untuk berjihad Jika engkau telah selesai dari perkara-perkara yang wajib maka tegaklah untuk melaksanakan perkara-perkara yang sunnah lihat Tafsir As-Sam’aani 6/252 Pendapat kedua, فَإِذَا فَرَغْتَ artinya “Maka apabila engkau telah selesai dengan urusan duniamu” dan فَانصَبْ artinya “Tetaplah semangat dan konsentrasi untuk urusan akhirat”. lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/518. Adapun At-Thobari memandang ayat ini umum mencakup kedua pendapat tersebut lihat Tafsir at-Thobari 24/497-499. Ayat ini mengingatkan agar berkonsentrasi, serius dan fokus tatkala beribadah, bukan hanya konsentrasi dalam masalah dunianya saja. Seseorang perlu dengan dunia akan tetapi dia lebih butuh terhadap akhiratnya. Allah berfirman وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ “Dan carilah pahala negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.” Al-Qashash 77 Namun dunia juga tidak boleh ditinggalkan, karena setiap orang punya kewajiban. Apakah dia bekerja untuk menafkahi dirinya, anak-anaknya, istrinya, atau orang tuanya. Allah berfirman فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ “Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” QS Al-Jumu’ah 10 Sehingga yang menakjubkan bukanlah seseorang yang terus-menerus di masjid berdiam diri berdzikir terus-menerus, tetapi yang menakjubkan adalah seseorang yang berdagang atau bekerja, kemudian setelah tiba waktu shalat dia tinggalkan dagangannya tersebut lalu segera menegakkan shalat dan berkonsentrasi terhadap ibadahnya. Allah memuji orang-orang yang seperti ini. Allah berfirman رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ “Orang yang tidak dilalaikan oleh perdaganganmu dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang hari kiamat.” QS An-Nur 37 Bukan pula seseorang yang terlalu berkonsentrasi dengan dunianya lalu melupakan akhiratnya. Allah berfirman يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” QS Al-Munafiqun 9 Oleh karena itu, sebagaimana seseorang itu serius dengan dunianya, maka dia juga harus serius ketika beribadah kepada Allah. Berangkat dari hal tersebut, Al-Hafizh Ibnu Katsir menyebutkan tentang riwayat-riwayat yang melarang seseorang yang sedang beribadah kemudian pikirannya terlalaikan dari Allah. Diantaranya, beliau menyebutkan dalil tentang larangan shalat ketika makanan sudah dihidangkan. Nabi bersabda لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلاَ وَهُوَ يُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ “Tidak ada shalat ketika makanan telah dihidangkan, begitu pula tidak ada shalat bagi yang menahan kencing atau buang air besar.” HR Muslim no. 560 Sehingga jika telah tiba waktu shalat namun dia benar-benar dalam kondisi kelaparan, sementara itu makanan telah dihidangkan, maka hendaknya dia terlebih dahulu makan agar ketika shalat nanti pikirannya tidak terfokus dengan rasa lapar dan makanan yang telah dihidangkan tersebut. Hal ini semakna dengan seseorang yang menahan kentutnya atau buang air ketika shalat, hendaknya dia mengeluarkannya terlebih dahulu sebelum shalat dilaksanakan. Kemudian Allah berfirman وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ “Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap” Berdasarkan kaidah bahasa Arab, pada umumnya susunan jar majrur إِلَىٰ رَبِّكَ itu diakhirkan ketika berada dalam susunan kalimat lengkap, sehingga menjadi فَارْغَبْ إِلَىٰ رَبِّكَ yang artinya “Berharaplah kepada Tuhanmu”. Dalam bahasa Indonesia pun demikian, objek selalu diakhirkan. Namun ketika objeknya didahulukan daripada kata kerjanya maka dalam bahasa Arab memberi faidah kekhususan. Sebagaimana ayat di atas. Ketika jar majrur-nya yang merupakan objek didahulukan maka kalimat mengandung makna pembatasan, yaitu “Hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap” dan tidak boleh berharap kepada selain-Nya. Tidak sebagaimana apabila objek diakhirkan, tidak menutup kemungkinan untuk berharap kepada selain Allah. Demikianlah seharusnya seorang muslim, dia hanya berharap kepada Allah, dan tidak berharap kepada makhluk. Karena barang siapa yang berharap kepada makhluk, pasti dia akan kecewa. Apabila kita membutuhkan bantuan dari seseorang maka kita berharapnya kepada Allah, kita memohon agar Allah membuka hatinya. Jangan berharap langsung kepada dia, karena hati manusia berubah-ubah. Hari ini dia mengiyakan, besok mengatakan tidak. Dalam ayat ini Allah juga menggunakan ungkapan رَبٌّ yang kembali kepada makna rububiyah Allah. Karena dalam masalah berharap, kita butuh terhadap makna rububiyah Allah. Dialah yang memberi rezeki dan memberi kemudahan. Kita tidak berharap kecuali kepada penguasa alam semesta ini, kepada Dzat yang membolak-balikan hati manusia. [1] Diriwayatkan lafal ini juga dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, akan tetapi sanadnya lemah, dilemahkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya 8/417 dan Al-Albani Lihat Ad-Do’iifah 3/594
EnjoyQuran : Tafsir Ibnu Katsir . Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Hadid Tafsir ayat 28-29. Dalam keterangan terdahulu —yaitu pada riwayat Imam Nasai dari Ibnu Abbas— disebutkan bahwa Ibnu Abbas menakwilkan ayat ini dengan pengertian orang-orang yang beriman dari kalangan Ahli Kitab,
Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nisaa’ ayat 166-170 Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nisaa’ Wanita Surah Madaniyyah; surah ke 4 176 ayat “Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu, tetapi Allah mengakui Al-Qur’an yang diturunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi pula. Cukuplah Allah menjadi saksi. Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi manusia dari jalan Allah benar-benar telah sesat sejauh-jauhnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni dosa mereka dan tidak pula akan menunjukkan jalan kepada mereka, kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul Muhammad itu kepada kalian dengan membawakebenaran dari Tuhan kalian, maka berimanlah kalian, itulah yang lebih baik bagi kalian. Dan jika kalian kafir, maka kekafiran itu tidak merugikan sedikit pun kepada Allah karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah, Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” An-Nisaa’ ayat 166-170 Mengingat firman Allah Swt. yang mengatakan {إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ} Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu. An-Nisa 163 Sampai dengan konteks ini hadis menetapkan kenabian Nabi Muhammad Saw. dan membantah orang-orang yang ingkar kepada kenabiannya dari kalangan kaum musyrik dan Ahli Kitab. Maka dalam ayat ini Allah Swt. berfirman {لَكِنِ اللَّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنزلَ إِلَيْكَ} Tetapi Allah mengakui Al-Qur’an yang diturunkan-Nya kepadamu. An-Nisa 166 Yakni sekalipun orang-orang yang kafir kepada Al-Qur’an mengingkarinya, mereka dari kalangan orang-orang yang mendustakanmu dan menentangmu. Maka Allah tetap mengakui bahwa engkau adalah utusan-Nya yang diturunkan kepadanya Al-Kilab, yakni Al-Our’an yang agung. {لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ تَنزيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ} Yang tidak datang kepadanya Al-Qur’an kebatilan, baik aari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. Fushshilat 42 Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan {أَنزلَهُ بِعِلْمِهِ} Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya. An-Nisa 166 Dengan pengetahuan-Nya yang hendak memperlihatkan kepada hamba-hamba-Nya akan Al-Qur’an yang di dalamnya terkandung keterangan-keterangan, hidayah, pemisah antara yang hak dan yang batil, hal-hal yang disukai dan diridai Allah, dan hal-hal yang dibenci dan ditolak-Nya. Di dalam Al-Qur’an terkandung ilmu tentang hal-hal yang gaib menyangkut masalah yang terjadi di masa silam dan masa mendatang. Di dalamnya disebutkan juga sifat-sifat Allah Swt. Yang Mahasuci yang tidak diketahui oleh nabi yang diutus, tidak pula oleh malaikat terdekat, kecuali bila diberi tahu oleh Allah Swt. sendiri. Seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya {وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ} dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah, melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Al-Baqarah 255 Dan dalam ayat yang lainnya, yaitu firman-Nya {وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا} sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. Thaha 110 Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Suhail Al-Ja’fari dan Abdullah ibnul Mubarak; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami Ata ibnus Saib yang mengatakan bahwa Abu Abdur Rahman As-Sulami membacakan Al-Qur’an kepadanya. Tersebutlah bahwa apabila seseorang di antara kami membacakan Al-Qur’an kepadanya, ia Ata ibnus Saib selalu mengatakan, “Sesungguhnya kamu telah mengambil ilmu Allah, maka pada hari ini tidak ada seorang pun yang lebih utama daripada kamu kecuali dengan amal perbuatan.” Kemudian ia membacakan firman-Nya {أَنزلَهُ بِعِلْمِهِ وَالْمَلائِكَةُ يَشْهَدُونَ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا} Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi pula. Cukuplah Allah menjadi saksi. An-Nisa 166 ******* Adapun firman Allah Swt. {وَالْمَلائِكَةُ يَشْهَدُونَ} dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi pula. An-Nisa 166 Yaitu atas kebenaran apa yang disampaikan olehmu dan apa yang diwahyukan kepadamu serta kitab yang diturunkan kepadamu disertai dengan pengakuan Allah atas hal tersebut. {وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا} Cukuplah Allah menjadi saksi. An-Nisa 166 قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي مُحَمَّدٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ أَوْ سَعِيدِ بْنِ جُبَير، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ دَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جماعةٌ مِنَ الْيَهُودِ، فَقَالَ لَهُمْ “إِنِّي لَأَعْلَمُ -وَاللَّهِ-إِنَّكُمْ لَتَعْلَمُونِ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ”. فَقَالُوا مَا نَعْلَمُ ذَلِكَ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ {لَكِنِ اللَّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنزلَ إِلَيْكَ أَنزلَهُ بِعِلْمِهِ} Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa’id ibnu Jubair, dari ibnu Abbas yang menceritakan bahwa segolongan orang-orang Yahudi masuk menemui Rasulullah Saw., lalu Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui, demi Allah, sesungguhnya kalian ini benar-benar mengetahui bahwa aku adalah utusan Allah. Maka mereka menjawab, “Kami tidak mengetahui hal tersebut.” Kemudian Allah menurunkan firman-Nya Tetapi Allah mengakui Al-Qur’an yang diturunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya.An-Nisa 166, hingga akhir ayat. ******* Adapun firman Allah Swt. {إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ قَدْ ضَلُّوا ضَلالا بَعِيدًا} Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi manusia dari jalan Allah benar-benar telah sesat sejauh-jauhnya. An-Nisa 167 Mereka kafir dan tidak mau mengikuti perkara yang hak, bahkan mereka berupaya menghalang-halangi manusia untuk mengikuti dan menuruti jejak perkara yang hak. Mereka benar-benar telah keluar dari jalan yang benar, sesat darinya, dan jauh dari perkara yang hak, jauh yang amat mencolok. Selanjutnya Allah Swt. memberitahukan perihal keputusan-Nya terhadap orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat-Nya, Kitab, dan Rasul-Nya, yaitu mereka yang menganiaya diri sendiri karena hal tersebut; juga karena menghalang-halangi manusia dari jalan-Nya, mengerjakan perbuatan-perbuatan yang berdosa, dan melanggar hal-hal yang diharamkan-Nya. Dia tidak akan memberikan ampunan kepada mereka. {وَلا لِيَهْدِيَهُمْ طَرِيقًا} dan tidak pula akan menunjukkan jalan kepada mereka. An-Nisa 168 Yakni jalan kebaikan. {إِلا طَرِيقَ جَهَنَّمَ} kecuali jalan ke neraka Jahannam. An-Nisa 169 Istisna dalam ayat ini bersifat munqati’. {خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا } mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. An-Nisa 169, hingga akhir ayat. ** Selanjutnya Allah Swt. berfirman {يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الرَّسُولُ بِالْحَقِّ مِنْ رَبِّكُمْ فَآمِنُوا خَيْرًا لَكُمْ} Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul Muhammad itu kepada kalian dengan membawa kebenaran dari Tuhan kalian, maka berimanlah kalian, itulah yang lebih baik bagi kalian. An-Nisa 170 Telah datang Nabi Muhammad Saw. kepada kalian dengan membawa hidayah, agama yang hak, dan keterangan yang memuaskan dari Allah Swt Karena itu, berimanlah kalian kepada apa yang didatangkannya kepada kalian dan ikutilah dia, niscaya hal itu baik bagi kalian. * Kemudian Allah Swt. berfirman {وَإِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ} Dan jika kalian kafir, maka kekafiran itu tidak merugikan sedikit pun kepada Allah, karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. An-Nisa 170 Dengan kata lain, Dia tidak memerlukan kalian dan iman kalian, dan Dia tidak terkena mudarat karena kekafiran kalian. Perihalnya sama dengan makna ayat lain, yaitu firman-Nya {وَقَالَ مُوسَى إِنْ تَكْفُرُوا أَنْتُمْ وَمَنْ فِي الأرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ} Dan Musa berkata, “Jika kalian dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya kafir, maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.Ibrahim 8 Dalam firman selanjutnya disebutkan {وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا} Dan adalah Allah Maha Mengetahui. An-Nisa 170 terhadap orang yang berhak memperoleh hidayah dari kalian, maka Dia memberinya hidayah, dan terhadap orang yang berhak mendapat kesesatan, lalu Dia menyesatkannya. {حَكِيمًا} lagi Mahabijaksana. An-Nisa 170 Yaitu dalam semua ucapan, perbuatan, syariat dan takdir-Nya. Tag166-170, 4, agama islam, Al-qur'an, an-nisa', an-Nisaa', annisa’, ayat, bahasa indonesia, ibnu katsir, islam, religion, surah, surat, tafsir, tafsir alquran, tafsir ibnu katsir
Qatadahsaid, "Allah raised his fame in this life and in the Hereafter. There is no one who gives a sermon, declares the Testimony of Faith (Shahadah), or prays a prayer (Salah) except that he proclaims it: I bear witness that there is no God worthy of worship except Allah, and that Muhammad is the Messenger of Allah." Ease after Difficulty.
Tafsir Ibnu Katsir LengkapTafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qur’an Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Fatihah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Baqarah Lengkap Tafsir Ibnu Katsir Surah Ali Imraan Lengkap Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nisaa’ Lengkap Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Maa-idah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-An’am 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Anfaal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 Tafsir Ibnu Katsir Surah At-Taubah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 Tafsir Ibnu Katsir Surah Yunus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 Tafsir Ibnu Katsir Surah Yusuf 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ar-Ra’d 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ibrahim 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hijr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Israa’ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Kahfi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 Tafsir Ibnu Katsir Surah Maryam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Tafsir Ibnu Katsir Surah Thaahaa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Anbiyaa’ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hajj 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Mu’minuun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nuur 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Furqaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Tafsir Ibnu Katsir Surah Asy-Syu’araa’ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Naml 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qashash 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Ankabuut 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ar-Ruum 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Tafsir Ibnu Katsir Surah Luqman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tafsir Ibnu Katsir Surah As-Sajdah 1 2 3 4 5 6 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Ahzab 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Tafsir Ibnu Katsir Surah Saba’ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Tafsir Ibnu Katsir Surah Faathir 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Tafsir Ibnu Katsir Surah Yaasiin 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ash-Shaaffaat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Tafsir Ibnu Katsir Surah Shaad 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Tafsir Ibnu Katsir Surah Az-Zumar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Mu’min 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Tafsir Ibnu Katsir Surah Fushshilat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Tafsir Ibnu Katsir Surah Asy-Syuura 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Tafsir Ibnu Katsir Surah Az-Zukhruf 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ad-Dukhan 1 2 3 4 5 6 7 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-jaatsiyah 1 2 3 4 5 6 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Ahqaaf 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Tafsir Ibnu Katsir Surah Muhammad 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Fath 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hujuraat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tafsir Ibnu Katsir Surah Qaaf 1 2 3 4 5 6 7 8 Tafsir Ibnu Katsir Surah Adz-Dzaariyaat 1 2 3 4 5 6 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ath-Thuur 1 2 3 4 5 Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Najm 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qamar 1 2 3 4 5 6 7 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ar-Rahmaan 1 2 3 4 5 6 7 8 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Waaqi’ah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hadid 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Mujaadilah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hasyr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Mumtahanah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ash-Shaff 1 2 3 4 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Jumu’ah 1 2 3 4 5 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Munaafiquun 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah At-Taghaabun 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ath-Thaalaq 1 2 3 4 5 6 Tafsir Ibnu Katsir Surah At-Tahriim 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Mulk 1 2 3 4 5 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qalam 1 2 3 4 5 6 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Haaqqah 1 2 3 4 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Ma’aarij 1 2 3 4 5 Tafsir Ibnu Katsir Surah Nuh 1 2 3 4 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Jin 1 2 3 4 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Muzzammil 1 2 3 4 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Muddatstsir 1 2 3 4 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qiyamah 1 2 3 4 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Insaan 1 2 3 4 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Mursalaat 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Naba’ 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Naazi’aat 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah Abasa 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah At-Takwiir 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Infithaar Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Muthaffifiin 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Insyiqaaq 1 2 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Buruuj 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ath-Thaariq Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’laa Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Ghaasyiyah 1 2 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Fajr 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Balad 1 2 Tafsir Ibnu Katsir Surah Asy-Syams Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Lail Tafsir Ibnu Katsir Surah Adl-Dluhaa Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Insyirah Tafsir Ibnu Katsir Surah At-Tiin Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Alaq 1 2 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qadr Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Bayyinah Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Zalzalah Tafsir Ibnu Katsir Surah Al’Aadiyaat Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qaari’ah Tafsir Ibnu Katsir Surah At-Takaatsur Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Ashr Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Humazah Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Fiil 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah Quraisy Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Maa’uun 1 2 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Kautsar Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Kaafiruun Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nashr Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Lahab Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Ikhlash 1 2 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Falaq 1 2 Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Naas 1 2 &
.